TERAPI INHALASI RESPIRATORY
Terapi inhalasi merupakan satu teknik
pengobatan penting dalam proses pengobatan penyakit respiratori (saluran
pernafasan) akut dan kronik. Penumpukan mukus di dalam saluran napas,
peradangan dan pengecilan saluran napas ketika serangan asma dapat
dikurangi secara cepat dengan obat dan teknik penggunaan inhaler yang
sesuai.
Setelah sekian lama, terapi inhalasi
memainkan peranan penting di dalam merawat penyakit asma dan penyakit
paru lainnya. Obat yang diberikan dengan cara ini absorpsi terjadi
secara cepat karena permukaan absorpsinya luas, terhindar dari eliminasi
lintas pertama di hati, dan pada penyakit paru-paru misalnya asma
bronkial, obat dapat diberikan langsung pada bronkus. Tidak seperti
penggunaan obat secara oral (tablet dan sirup) yang terpaksa melalui
sistem penghadangan oleh pelbagai sistem tubuh, seperti eleminasi di
hati.
Terapi inhalasi dapat menghantarkan obat
langsung ke paru-paru untuk segera bekerja. Dengan demikian, efek
samping dapat dikurangi dan jumlah obat yang perlu diberikan adalah
lebih sedikit dibanding cara pemberian lainnya. Sayangnya pada cara
pemberian ini diperlukan alat dan metoda khusus yang agak sulit
dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan sering obatnya mengiritasi epitel
paru.
Terapi inhalasi adalah pemberian obat ke dalam saluran napas dengan cara
inhalasi.
Terapi inhalasi juga dapat diartikan
sebagai suatu pengobatan yang ditujukan untuk mengembalikan
perubahan-perubahan patofisiologi pertukaran gas sistem kardiopulmoner
ke arah yang normal, seperti dengan menggunakan respirator atau alat
penghasil aerosol.TINJAUAN ANATOMI-FISIOLOGIS SALURAN NAPAS
Untuk memahami tentang penggunaan serta
farmakokinetik (terutama absorpsi dan bioavailabilitas) dan
farmakodinamik obat secara inhalasi, sebelumnya kita harus memahami
anatomi dan fisiologi pernapasan terlebih dahulu.
Secara fungsional saluran pernapasan
dibagi atas bagian yang berfungsi sebagai konduksi (penghantar udara)
dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi (pertukaran gas). Pada
bagian konduksi, udara bolak-balik di antara atmosfir dan jalan napas
seakan organ ini tidak berfungsi (dead space), akan tetapi
organ tersebut selain sebagai konduksi juga berfungsi sebagai proteksi
dan pengaturan kelembaban udara. Adapun yang termasuk ke dalam konduksi
adalah rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, sinus
bronkur dan bronkiolus nonrespiratorius.
Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difus) yang sering
disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari
bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, atrium dan sakus
alveolaris
Secara histologis epitel yang melapisi
permukaan saluran pernapasan terdiri dari epitel gepeng berlapis
berkeratin dan tanpa keratin di bagian rongga mulut; epitel silindris
bertingkat bersilia pada rongga hidung, trakea, dan bronkus; epitel
silindris rendah/kuboid bersilia dengan sel piala pada bronkiolus
terminalis; epitel kuboid selapis bersilia pada bronkiolus
respiratorius; dan epitel gepeng selapis pada duktus alveolaris dan
sakus alveolaris serta alveolus. Di bawah lapisan epitel tersebut
terdapat lamina propria yang berisi kelenjar-kelenjar, pembuluh darah,
serabut saraf dan kartilago. Dan berikutnya terdapat otot polos dan
serabut elastin.
Dari semua itu barulah kita pahami
bagaimana obat dapat masuk dan bekerja pada paru-paru. Obat masuk dengan
perantara udara pernapasan (mekanisme inspirasi dan ekspirasi) melalui
saluran pernapasan, kemudian menempel pada epitel selanjutnya diabsorpsi
dan sampai pada target organ bisa berupa pembuluh darah, kelenjar dan
otot polos.
Agar obat dapat sampai pada saluran napas
bagian distal dan mencapai target organ, maka ukuran partikel obat
harus disesuaikan dengan ukuran/diameter saluran napas.
Karena terapi inhalasi obat dapat
langsung pada sasaran dan absorpsinya terjadi secara cepat dibanding
cara sistemik, maka penggunaan terapi inhalasi sangat bermanfaat pada
keadaan serangan yang membutuhkan pengobatan segera dan untuk
menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkannya.
Biasanya terapi inhalasi ditujukan untuk
mengatasi bronkospasme, meng-encerkan sputum, menurunkan hipereaktiviti
bronkus, serta mengatasi infeksi. Terapi inhalasi ini baik digunakan
pada terapi jangka panjang untuk menghindari efek samping sistemik yang
ditimbulkan obat, terutama penggunaan kortikosteroid.
INDIKASI
Penggunaan terapi inhalasi ini
diindikasikan untuk pengobatan asma, penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK), sindrom obstruktif post tuberkulosis, fibrosis kistik,
bronkiektasis, keadaan atau penyakit lain dengan sputum yang kental dan
lengket. 3
Penggunaannya terbatas hanya untuk
obat-obat yang berbentuk gas atau cairan yang mudah menguap dan obat
lain yang berbentuk aerosol
Pada penyakit Asma dan Chronic Obstructive pulmonal disease (COPD =
PPOK & PPOM) terapi inhalasi merupakan terapi pilihan.
Dengan terapi inhalasi obat dapat masuk sesuai dengan dosis yang
diinginkan, langsung berefek pada organ sasaran. Dari segi kenyamanan
dalam penggunaan, cara terapi MDI banyak disukai pasien karena obat
dapat mudah di bawa ke mana-mana. Kemasan obat juga
menguntungkan karena dalam satu botol bisa dipakai untuk 30 atau sampai
90 hari penggunaan.
KONTRA INDIKASI
Kontra indikasi mutlak pada terapi
inhalasi tidak ada. Indikasi relatif pada pasien dengan alergi terhadap
bahan atau obat yang digunakan.
CARA PENGGUNAAN BERBAGAI TERAPI INHALASI
4. VENTILATOR
Dapat dengan menggunakan MDI atau hand held nebulizer, yakni melalui bronkodilator Tee. Dengan cara ini sebenarnya tidak efektif oleh karena banyak aerosol yang mengendap, sehingga cara ini dianggap kurang efektif dibandingkan dengan MDI.
Ada beberapa cara dalam terapi inhalasi, yaitu (1) inhaler dosis terukur
(MDI, metered dose inhaler), (2) penguapan (gas powered
hand held nebulizer), (3) inhalasi dengan intermitten positive
pressure breathing (IPPB), serta (4) pemberian melalui intubasi
pada pasien yang menggunakan ventilator
1. INHALER DOSIS TERUKUR
Inhaler dosis terukur atau lebih sering disebut MDI diberikan dalam
bentuk inhaler aerosol dengan/tanpa spacer dan bubuk halus (dry
powder inhaler)
yaitu diskhaler, rotahaler, dan turbohaler. Pada umumnya digunakan pada
pasien yang sedang berobat jalan dan jarang dipergunakan di rumah
sakit. Cara ini sangat mudah dan dapat dibawa kemana-mana oleh pasien,
sehingga menjadi pilihan utama pagi penderita asma.
MDI terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian kotak yang mengandung zat dan
bagian mouthpiece. Bila bagian kotak yang mengandung zat ini
dibuka (ditekan), maka inhaler akan keluar melalui mouthpiece.
Pemakaian inhaler aerosol.
Inhaler dikocok lebih dahulu agar obat homogen, lalu tutupnya dibuka à
inhaler dipegang tegak, kemudian dilakukan maksimal ekspirasi
pelan-pelan à mulut inhaler diletakan di antara kedua bibir, lalu
katupkan kedua bibir dan lakukan inspirasi pelan-peran. Pada waktu yang
sama kanester ditekan untuk mengeluarkan obat tersebut dan penarikan
napas diteruskan sedalam-dalamnya à tahan napas sampai 10 detik atau
hitungan 10 kali dalam hati. Prosedur tadi dapat diulangi setelah 30
detik sampai 1 menit kemudian tergantung dosis yang diberikan oleh
dokter.
Pemakaian inhaler aerosol dengan ruang antara (spacer).
Inhaler dikocok lebih dahulu dan buka tutupnya, kemudian mulut inhaler
dimasukan ke dalam lubang ruang antara à mouth piece diletakan
di antara kedua bibir, lalu kedua bibir dikatupkan, pastikan tidak ada
kebocoran à tangan kiri memegang spacer, dan tangan kanan
memegang kanester inhaler à tekan kanester sehingga obat akan masuk ke
dalam spacer,
kemudian tarik napas perlahan dan dalam, tahan napas sejenak, lalu
keluarkan napas lagi. Hal ini bisa diulang sampai merasa yakin obat
sudah terhirup habis.
Pemakaian diskhaler.
Lepaskan tutup pelindung diskhaler, pegang kedua sudut tajam, tarik
sampai tombol terlihat à tekan kedua tombol dan keluarkan talam
bersamaan rodanya à letakkan diskhaler pada roda, angka 2 dan 3 letakkan
di depan bagian mouth piece à masukan talam kembali, letakan
mendatar dan tarik penutup sampai tegak lurus dan tutup kembali à
keluarkan napas, masukan diskhaler dan rapatkan bibir, jangan menutupi
lubang udara, bernapas melalui mulut sepat dan dalam, kemudian tahan
napas, lalu keluarkan napas perlahan-lahan. à putar diskhaler dosis
berikut dengan menarik talam keluar dan masukan kembali.
Pemakaian rotahaler.
Pegang bagian mulut rotahaler secara vertikal, tangan lain memutar badan
rotahaler sampai terbuka à masukan rotacaps dengan sekali menekan
secara tepat ke dalam lubang epat persegi sehingga puncak rotacaps
berada pada permukaan lubang à pegang permukaan rotahaler secara
horizontal dengan titik putih di atas dan putar badan rotahaler
berlawanan arah sampai maksimal untuk membuka rotacaps à keluarkan napas
semaksimal mungkin di luar rotahaler, masukan rotahaler dan rapatkan
bibir dengan kepala agak ditinggikan dengan kepala agak ditengadahkan ke
belakang à hiruplah dengan kuat dan dalam, kemudian tahan napas selama
mungkin. à lalu keluarkan rotahaler dari mulut, sambil keluarkan napas
secara perlahan-lahan.
Pemakaian turbohaler.
Putar dan lepas penutup turbohaler à pegang turbohaler dengan tangan
kiri dan menghadap atas lalu dengan tangan kanan putar pegangan (grip)
ke arah kanan sejauh mungkin kemudian putar kembali keposisi semula
sampai terdengar suara klik à hembuskan napas maksimal di luar
turbohaler à letakkan mouth piece di antara gigi,
rapatkan kedua bibir sehingga tidak ada kebocoran di sekitar mouth
piece
kemudian tarik napas dengan tenang sekuat dan sedalam mungkin à sebelum
menghembuskan napas, keluarkan turbohaler dari mulut. Jika yang
diberikan lebih dari satu dosis ulangi tahapan 2 – 5 (tanda panah)
dengan selang waktu 1 – 2 menit – pasang kembali tutupnya
Setelah penggunaan inhaler.
Basuh dan kumur dengan menggunakan air. Ini untuk
mengurangi/menghilangkan obat yang tertinggal di dalam rongga mulut dan
tenggorokan, juga untuk mencegah timbulnya penyakit di mulut akibat efek
obat (terutama kortikosteroid)
Cara mencuci. Kegagalan
mencuci inhaler dengan cara yang benar akan menimbulkan sumbatan dan
pada akhirnya dapat mengurangi jumlah/dosis obat. Cusi bekar serbuk yang
tertinggal di corong inhaler. Keluarkan belas obat dan basuh inhaler
dengan air hangat dengan sedikit sabun. Keringkan dan masukan kembali ke
dalam tempatnya.
Bagaimana cara untuk mengetahui inhaler sudah kosong.
Setiap inhaler telah dilabelkan dengan jumlah dos yang ada. Contoh di
bawah akan menerangkan bagaimana untuk menentukan kandungan obat di
dalam inhaler. Jika botol obat mengandungi 200 hisapan dan kita harus
mengambil 8 hisapan sehari, maka obat habis dalam 25 hari. Jika kita
mula menggunakan inhaler pada tanggal 1 Mei, maka gantikan inhaler
tersebut dengan yang baru pada/atau sebelum tanggal 25 Mei. Tulis
tanggal mula menggunakan inhaler pada botol obat untuk menghindari
kesalahan.
Kandungan inhaler juga boleh diperkirakan
dengan cara memasukkan botol obat ke dalam air. Kedudukan botol obat di
dalam air menggambarkan kandungan obat dalam inhaler.
2. PENGUAPAN (NEBULIZER)
Cara ini digunakan dengan memakai disposible nebulizer mouth piece
dan pemompaan udara (pressurizer) atau oksigen. Larutan
nebulizer diletakan di dalam nebulizer chamber.
Cara ini memerlukan latihan khusus dan banyak digunakan di rumah sakit.
Keuntungan dengan cara ini adalah dapat digunakan dengan larutan yang
lebih tinggi konsentrasinya dari MDI. Kerugiannya adalah hanya 50 – 70%
saja yang berubah menjadi aerosol, dan sisanya terperangkap di dalam
nebulizer itu sendiri.
Jumlah cairan yang terdapat di dalam hand held nebulizer
adalah 4 cc dengan kecepatan gas 6 – 8 liter/menit. Biasanya dalam
penggunaannya digabung dalam mukolitik (asetilsistein) atau natrium
bikarbonat. Untuk pengenceran biasanya digunakan larutan NaCl.
Cara menggunakannya yaitu: Buka tutup
tabung obat, masukan cairan obat ke dalam alat penguap sesuai dosis yang
ditentukan à gunakan mouth piece atau masker (sesuai kondisi
pasien). Tekan tombol “on” pada nebulizer à jika memakai masker, maka
uap yang keluar dihirup perlahan-lahan dan dalam inhalasi ini dilakukan
terus menerus sampai obat habismasker. Bila memakai mouth piece,
maka tombol pengeluaran `erosol ditekan sewaktu inspirasi, hirup uap
yang keluar perlahan-lahan dan dalam. Hal ini dilakukan berulang-ulang
sampai obat habis (10 – 15 menit).
Beberapa contoh jenis nebulizer antara lain: Simple nebulizer;
Jet nebulizer,
menghasilkan partikel yang lebih halus, yakni antara 2 – 8 mikron.
Biasanya tipe ini mempunyai tabel dan paling banyak dipakai di rumah
sakit. Beberapa bentuk jet nebulizer dapat pula diubah sesuai dengan
keperluan, sehingga dapat digunakan pada ventilator dan IPPB, dimana
dihubungkan dengan gas kompresor. 7
Ultrasonik nebulizer,
alat tipe ini menggunakan frekuensi vibrator yang tinggi, sehingga
dengan mudah dapat mengubah cairan menjadi partikel kecil yang bervolume
tinggi, yakni mencapai 6 cc/menit dengan partikel yang uniform.
Besarnya partikel adalah 5 mikron dan partikel dengan mudah masuk ke
saluran pernapasan, sehingga dapat terjadi reaksi, seperti bronkospasme
dan dispnoe. Oleh karena itu alat ini hanya dipakai secara intermiten,
yakni untuk menghasilkan sputum dalam masa yang pendek pada pasien
dengan sputum yang kental.
Antomizer nebulizer,
partikel yang dihasilkan cukup besar, yakni antara 10 – 30 mikron.
Digunakan untuk pengobatan laring, terutama pada pasien dengan intubasi
trakea
3. INTERMITEN POSITIVE PRESSURE BREATHING
Cara ini biasanya diberikan di rumah sakit dan memerlukan tenaga yang terlatih. Cara ini jauh lebih mahal dan mempunyai indikasi yang terbatas, terutama untuk pasien yang tidak dapat bernapas dalam dan pasien-pasien yang sedang dalam keadaan gawat yang tidak dapat bernapas spontan. Untuk pengobatan di rumah cara yang terbaik adalah dengan menggunakan MDI.
Cara ini biasanya diberikan di rumah sakit dan memerlukan tenaga yang terlatih. Cara ini jauh lebih mahal dan mempunyai indikasi yang terbatas, terutama untuk pasien yang tidak dapat bernapas dalam dan pasien-pasien yang sedang dalam keadaan gawat yang tidak dapat bernapas spontan. Untuk pengobatan di rumah cara yang terbaik adalah dengan menggunakan MDI.
Dapat dengan menggunakan MDI atau hand held nebulizer, yakni melalui bronkodilator Tee. Dengan cara ini sebenarnya tidak efektif oleh karena banyak aerosol yang mengendap, sehingga cara ini dianggap kurang efektif dibandingkan dengan MDI.
8. AEROSOL DAN KEBERHASILAN TERAPI
9. OBAT/ZAT PADA TERAPI INHALASI
10. EFEK SAMPING DAN KOMPLIKASI
11. KESIMPULAN
Berhasil atau tidaknya pengobatan aerosol ini tergantung pada beberapa
faktor, yaitu: Ukuran partikel.
Partikel dengan ukuran 8 – 15 mikron dapat sampai ke bronkus dan
bronkiolus, sedangkan partikel dengan ukuran 2 mikron dapat sampai le
alveolus. Akan tetapi partikel dengan ukuran 40 mikron hanya dapat
sampai di bronkus utama. Partikel yang banyak digunakan pada terapi
aerosol adalah partikel yang berukuran antara 8 – 15 mikron
Gravitasi (gaya berat).
Semakin besar suatu partikel, maka akan semakin cepat pula partikel
tersebut menempel pada saluran pernapasan. Akan tetapi keadaan ini juga
tergantung pada viskositas dari bahan pelarut yang dipakai
Inersia. Inersia
menyebabkan partikel didepositkan. Molekul air mempunyai massa yang
lebih besar daripada molekul gas di dalam saluran pernapasan. Partikel
yang ada di bronkus lebih mudah bertabrakan daripada partikel yang ada
di saluran pernapasan yang besar. Semakin kecil diameter saluran
pernapasan, maka akan semakin besar pula pengaruh dari inersia gas
Aktivitas kinetik.
Keadaan ini dialami oleh partikel yang lebih kecil dari 0,5 mikron.
Semakin besar energi kinetik yang digunakan, maka akan semakin besar
kemungkinan terjadinya tabrakan di antara aerosol dan akan semakin mudah
terjadinya kolisi dan selain itu juga akan semakin mudah partikel
tersebut bergabung
Sifat-sifat alamiah dari partikel.
Sifat-sifat alamiah dari partikel ditentukan oleh tonik (osmotik).
Larutan yang hipotonik akan mudah kehilangan air akibat dari penguapan.
Aerosol elektrik yang dihasilkan oleh ultrasonik nebulizer bermuatan
lebih besar daripada mekanikal nebulizer. Pada temperatur yang panas
molekul-molekul akan mempunyai ukuran yang lebih besar dan akan mudah
jatuh
Sifat-sifat dari pernapasan.
Pada prinsifnya jumlah dari aerosol yang berubah menjadi cairan
ditentukan pula oleh volume tidal, frekuensi pernapasan, kecepatan
aliran inspirasi, dan apakah bernapas melalui mulut atau hidung, dan
juga memeriksa faal pernapasan pada umumnya
Obat/zat yang biasanya digunakan secara
aerosol pada umumnya adalah beta 2 simpatomimetik, seperti
metaprotenolol (Alupen), albuterol (Venolin dan Proventil), terbutalin
(Bretaire), bitolterol (Tornalat), isoetarin (Bronkosol); Steroid
seperti beklometason (Ventide), triamnisolon (Azmacort), flunisolid (
Aerobid); Antikolinergik seperti atropin dan ipratropium (Atrovent); dan
Antihistamin sebagai pencegahan seperti natrium kromolin (Intal).
Keuntungan dari aerosol ini baik
diberikan secara aerosol maupun dengan inhaler, adalah memberikan efek
bronkodilator yang maksimal yang lebih baik dari cara pemberian lain,
sementara itu pengaruh sistemiknya hampir tidak ada. Oleh karena itu
cara pengobatan ini adalah merupakan cara yang paling optimal
Jika aerosol diberikan dalam jumlah
besar, maka dapat menyebabkan penyempitan pada saluran pernapasan
(bronkospasme). Disamping itu bahaya iritasi dan infeksi pada jalan
napas, terutama infeksi nosokomial juga dapat terjadi.
Terapi inhalasi adalah pemberian obat ke dalam saluran napas dengan cara
inhalasi. Terapi
inhalasi merupakan satu teknik pengobatan penting dalam proses
pengobatan penyakit respiratori (saluran pernafasan) akut dan kronik.
Terapi inhalasi dapat menghantarkan obat
langsung ke paru-paru untuk segera bekerja. Dengan demikian, efek
samping dapat dikurangi dan jumlah obat yang perlu diberikan adalah
lebih sedikit dibanding cara pemberian lainnya. Sayangnya pada cara
pemberian ini diperlukan alat dan metoda khusus yang agak sulit
dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan sering obatnya mengiritasi epitel
paru.
Karena terapi inhalasi obat dapat
langsung pada sasaran dan absorpsinya terjadi secara cepat dibanding
cara sistemik, maka penggunaan terapi inhalasi sangat bermanfaat pada
keadaan serangan yang membutuhkan pengobatan segera dan untuk
menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkannya. Seperti untuk
mengatasi bronkospasme, meng-encerkan sputum, menurunkan hipereaktiviti
bronkus, serta mengatasi infeksi.
Penggunaannya terbatas hanya untuk
obat-obat yang berbentuk gas atau cairan yang mudah menguap dan obat
lain yang berbentuk aerosol. Kontra indikasi mutlak pada terapi inhalasi
tidak ada. Kontra indikasi relatif pada pasien dengan alergi terhadap
bahan atau obat yang digunakan
Ada beberapa cara dalam terapi inhalasi, yaitu (1) inhaler dosis terukur
(MDI, metered dose inhaler), (2) penguapan (gas powered
hand held nebulizer), (3) inhalasi dengan intermitten positive
pressure breathing (IPPB), serta (4) pemberian melalui intubasi
pada pasien yang menggunakan ventilator.
Setelah penggunaan inhaler, basuh dan
kumur dengan menggunakan air. Ini untuk mengurangi/menghilangkan obat
yang tertinggal di dalam rongga mulut dan tenggorokan, juga untuk
mencegah timbulnya penyakit di mulut akibat efek obat (terutama
kortikosteroid). Berhasil atau tidaknya pengobatan aerosol ini
tergantung pada beberapa faktor, yaitu: ukuran partikel, gaya gravitasi,
inersia partikel, aktivitas kinetik, sifat alamiah partikel, dan sifat
dari pernapasan pasien.
Obat/zat yang biasanya digunakan secara
aerosol pada umumnya adalah beta 2 simpatomimetik, kortikosteroid,
antikolinergik, dan antihistamin. Bahaya iritasi saluran napas dan
terjadinya bronkospasme serta reaksi hipersensitivitas (obat atau
vehikulum) dapat terjadi pada penggunaan terapi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar